Sebuah visi menurut saya
merupakan gambaran realistis yang kita capai di masa depan. Bilamana kita
berbicara masa depan, lebih jauh lagi kita akan merencanakan kehidupan kita
nanti setelah hidup(mati). Maka saya menyimpulkan bahwa visi haruslah berdasarkan
pada ketuhanan. Di dalam hati nurani setiap manusia pastilah menginginkan
sesuatu yang baik, lancar, mulus, dan sukses dalam kehidupan dunia maupun
akhiratnya. Namun, seringkali nafsu mencari kesuksesan dunia lebih mendominasi.
Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan
sementara, tempat “bercocok tanam” untuk kita petik hasilnya di akhirat yang
merupakan awal kehidupan yang abadi kekal selama-lamanya. Selain itu, bukanlah
hal mudah untuk mengejar kesuksesan dunia sekaligus akhirat. Perlu usaha lebih
dan pola pikir yang benar-benar matang untuk mencapainya. Nafsu dunia, penyakit
hati, ego, adalah beberapa hal yang membuat kita kesulitan kita mencapai
kesuksesan yang sejati.
Tak ada gading yang tak retak,
manusia tidak ada yang sempurna, baik jasmani maupun rohaninya. Hal itu sudah
ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa supaya kita selaras dalam hidup, yang kuat
membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin. Namun seringkali rasa
egois yang menutupi mata hati kita. Saya sebagai mahasiswa merasa memiliki
beban di pundak saya. Mangapa? Karena saya menyadari banyak teman-teman saya
yang tidak mampu menapaki jenjang perguruan tinggi. Mereka marah, mereka kesal,
tapi mereka pun menunggu saya, menunggu karya para mahasiswa yang berkesempatan
menimba ilmu lebih jauh, untuk memberikan kontribusi bagi mereka sebagai rakyat
Indonesia. Oleh karena itulah saya sangat bersyukur bisa menimba ilmu di ITB.
Selain dengan belajar sungguh-sungguh disini, cara lain ungkapan rasa syukur
saya kepada Tuhan adalah berbagi ilmu yang saya dapatkan kepada orang lain,
orang yang membutuhkan ilmu yang saya dapatkan disini, orang yang
bertanya-tanya mengenai apa itu kemahasiswaan di ITB, orang yang ingin
mendengarkan cerita dan pengalaman-pengalaman saya hidup disini. Semoga Alloh
SWT menerima ungkapan rasa syukur saya, Amin.
Dari uraian di atas saya
menyimpulkan bahwa spiritualitas tidaklah harus ditunjukan lewat ibadah khusus
seperti syahadat, sholat, zakat, puasa, dan naik haji. Kita harus ingat, tiga
perkara yang akan kita pertanggung jawabkan setelah mati. Pertama, amal
jariyah, amal sholeh kita selama di dunia. Yang kedua, ilmu yang bermanfaat,
ilmu yang bisa kita dedikasikan manfaatnya untuk banyak orang. Yang ke tiga
adalah do’a anak yang sholeh. Setidaknya kita memiliki bekal dengan menabung
amal dan berbagi ilmu sebagai mahasiswa. Satu hal lagi yang perlu diingat, kita
sebagai seorang anak yang dilahirkan ke dunia oleh orang tua mempunyai
kewajiban mendo’akan orang tua. Apalah artinya sebuah ucapan do’a yang kita
panjatkan kepada Alloh SWT untuk beliau-beliau dibandingkan dengan pengorbanan
mereka melahirkan, mengurus, dan mendidik kita hingga kita bisa berkesempatan
belajar di ITB. Nyawa pun dengan ikhlas berani beliau-beliau korbankan demi
kita. Lalu apa timbal balik kita kepada beliau-beliau? Caci maki? Berbicara
kasar? Acuh tak acuh? Menyakiti hati mereka?. Bukan, bukan itu yang mereka
harapkan. Mereka mengaharapkan kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah,
kemudian mendo’akan mereka. Insya Alloh, kita berdo’a untuk mereka, begitu pun
mereka akan mendo’akan kita. Salah satu hadits mengatakan bahwa ridho Allah
adalah ridho orang tua. Marahnya Alloh adalah marahnya orang tua. Maka untuk melancarkan urusan kita, sudah
menjadi kewajiban bagi kita untuk terlebih dahulu meminta ridho orang tua
supaya Alloh meridhoi pula urusan kita.
Selanjutnya, sebuah visi
merupakan kebebasan substansial. Maksudnya kebebasan substansial disini adalah
kita boleh sesuka hati menentukan visi kita dengan batasan-batasan tertentu.
Batasan-batasan itu adalah visi tersebut harus realistis. Kedua, visi itu harus
sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Yang ketiga, visi tersebut harus bisa
kita pertanggung jawabkan. Visi yang dibuat tidak dengan keseriusan dan mengabaikan
batas-batas itu justru akan mengaburkan pandangan hidup kita. Visi hidup adalah
hal yang sangat esensial dan memiliki pengaruh besar di dalam hidup kita. Selain
itu, jika visi hidup tidak sesuai hati nurani, pelaksanaannya pun akan sulit.
Visi setiap orang memang berbeda-beda. Ada yang positif, ada pula yang negatif.
Kita tidak bisa membedakan antara visi yang positif denga visi yang negatif.
Contoh kasus, seseorang memiliki visi menjadi seorang anggota dewan. Kita tidak
tahu itu visi positif atau negatif. Namun, cara mengetahuinya adalah dengan
kita melihat misinya. Misi yang merupakan serangkaian rencana untuk mencapai
visi bisa membedakan sifat visi itu. Misalnya misi orang tersebut adalah masuk
partai politik, mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, melakukan politik uang
dan mengumbar janji-janji manis dalam kampanyenya untuk memperoleh suara
terbanyak, kemudian terpilih sebagai anggota dewan, lalu melakukan tindakan
korupsi untuk kekayaan pribadi. Hal seperti itulah yang menunjukan bahwa visi
orang tersebut ingin menjadi anggota dewan adalah visi yang negatif. Berbeda cerita
bila misi orang tersebut adalah masuk partai politik, berorganisasi dengan
baik, membangun jaringan bisnis, mencalonkan diri sebagai wakil rakyat, berlaku
apa adanya dalam kampanyenya, memberi janji yang realistis dan harapan pasti
bagi rakyat, kemudian terpilih sebagai wakil rakyat dan menjalanjan dengan baik
amanat yang diberikan rakyat kepadanya demi kesejahteraan rakyat.
Visi saya adalah menjadi seorang
direktur perusahaan telekomunikasi di bawah usia 35 tahun. Untuk memenuhi dasar
pertama, yaitu ketuhanan, alasan saya ingin menjadi direktur perusahaan
telekomunikasi adalah karena pekerjaan yang saya lakukan nanti halal dan
bermanfaat bagi orang banyak. Komunikasi menjadi jalan silaturahmi anatr umat.
Setidaknya, saya bisa sedikit berkontribusi menghubungkan tali persaudaraan
yang terputus ruang dan waktu atau mengeratkan tali silaturahmi yang sudah
terikat kuat sebelumnya. Insya Alloh hal itu akan bisa menjadi bekal amal untuk
saya. Menjadi direktur merupakan cita-cita saya, atas dasar kebebasan
substansial, saya berkata bahwa menjadi direktur adalah realistis untuk saya
karena dengan ilmu-ilmu yang saya sedang cari di ITB khususnya di jurusan TI,
saya bisa menduduki kursi direktur sebuah perusahaan nantinya di bawah usia 35
tahun. Saya ingin sukses sebelum usia 35 tahun dan mapan di atas usia tersebut.
Menurut saya hal itu realistis dengan usia saya sekarang yang masih 19. Lulus
S1 dari ITB di usia 23. Bekerja dan
mengambil S2, kira-kira 27 tahun. Masih ada 8 tahun untuk merintis jalan
menuju posisi direktur. Namun, menjadi direktur merupakan hal yang tidak mudah.
Butuh kemampuan diatas rata-rata orang kebanyakan. Namun, saya yakin dengan
belajar sungguh-sungguh, lulusan dengan ‘brand’ ITB bukanlah hal yang tidak
mungkin saya mempunyai kemampuan menjadi seorang direktur. Yang ketiga,
tanggung jawab akan visi saya. Saya yakin di program studi teknik industri akan
banyak hal-hal yang saya pelajari untuk menjadi seorang manager atau direktur.
Ilmu-ilmu yang saya pelajari di teknik industri sejalan dengan cita-cita saya
nanti. Maka dari itu saya akan berusaha untuk mempertanggung jawabkan visi ini
dalam waktu yang direncanakan.
Misi-misi saya untuk menggapai
visi itu antara lain dengan bekerja keras mulai dari sekarang. Dari hal
sederhan, dari hal yang kecil. Saya mulai mengatur waktu, menyelesaikan
permasalahan rumit lebih dulu kemudian masalah yang mudah. Saya mengikuti kegiatan PPAB MTI 2012 dengan serius, belajar dengan
sungguh-sungguh saat kuliah, mendapat nilai baik dalam ujian, belajar berorganisasi,
membangun jaringan bisnis, mentoring dengan para senior yang berpengalaman di
bidang industri, mempelajari pentingnya bekerja sama, menjalin hubungan kerja,
mencari pengalaman kerja, mengumpulkan modal, kemudian memulai belajar berbisnis,
merintis usaha dari nol dan mengembangkannya. Bilamana saya sudah diterima di
perusahaan telekomunikasi, saya akan bekerja ekstra untuk mendapatkan kedudukan
direktur. Tidak lupa berdo’a kepada Alloh SWT dan memohon ridho dari orang tua
dalam menjalankan setiap urusan supaya dilancarkan dan diberi kemudahan. Semoga
apa yang saya tuliskan di blog ini dengan sungguh-sunguh saya laksanakan
sepenuh hati dengan keseriusan. Amin. Terima kasih.